Die by The Blade – Game Tarung Bushido Bergaya Samurai Punk
Sebagai salah satu game indie dengan potensi yang menjanjikan, Die by the Blade akhirnya menetapkan tahun 2024 sebagai jadwal rilisnya setelah sekitar satu tahun dalam tahap demo. Dikembangkan oleh Grindstone dan Triple Hill, game ini tidak hanya menghadirkan duel pedang yang menantang, tetapi juga kualitas visual dan animasi yang cukup mengesankan.
Apa yang membuat game ini unik dibandingkan game fighting lainnya ? Yuk disimak artikelnya.
Gameplay
Die by the Blade menghadirkan konsep fighting yang unik. Fokus utama game ini adalah duel satu lawan satu, di mana Anda bertarung menggunakan senjata tradisional Jepang, seperti Katana dan Odachi. Hal yang membedakan game ini dari game fighting lainnya adalah mekanisme pertarungannya yang berbeda dari pendekatan umum.
Alih-alih menggunakan kombo untuk menguras Health Bar lawan, di Die by the Blade, satu serangan dapat langsung mengakhiri pertarungan. Mekanisme ini menghadirkan pengalaman yang menantang, di mana refleks dan kecepatan dalam melakukan serangan fatal sangat diuji.
Bertempat di dunia Samurai-Punk yang futuristis, pemain dapat memilih berbagai jenis petarung dan senjata yang dapat dibuka sepanjang permainan. Game ini berfokus sepenuhnya pada pertarungan satu lawan satu, baik dalam mode single-player maupun multiplayer, tanpa elemen cerita. Tujuan Anda adalah mencapai peringkat tertinggi dengan memenangkan pertarungan, dan Anda bisa membuka level, karakter, serta kostumisasi seiring kenaikan level karakter Anda, meskipun sistem ini bisa terasa repetitif.
Sebelum bertarung, Anda disarankan berlatih untuk menguasai teknik bertarung. Latihan meliputi gerakan karakter, kombo serangan untuk berbagai senjata, dan satu Final Battle sebagai penutup. Kombo serangan pedang dibagi menjadi tiga posisi: Low, Mid, dan High Stance. Selain serangan dasar, pemain bisa melakukan serangan pamungkas, yang hanya aktif jika kombo terakhir mengenai lawan dengan sukses.
Parry dan Dodge tersedia untuk menghindari serangan musuh. Sistem duel ini sedikit mirip dengan momen Ghost Stance di Ghost of Tsushima, di mana serangan tunggal dapat membunuh lawan. Tidak ada Health Bar; sebagai gantinya, terdapat Resolve Bar sebagai indikator stamina. Jika bar ini habis, karakter tidak dapat menyerang.
Sayangnya, animasi karakter terasa kaku, dan terkadang ada jeda antara input dan gerakan, membuat reaksi terhadap serangan lawan menjadi lebih sulit.
Visual
Dibangun dengan Unreal Engine, visual Die by the Blade tampil memukau. Pada pengaturan grafis maksimal, lingkungan dan panggung pertarungan terlihat detail, ditambah fitur ray-tracing yang menghadirkan refleksi realistis. Efek seperti percikan darah dan potongan tubuh yang tertebas divisualkan dengan jelas, memberikan kesan brutal. Meski performa dan kualitas FPS tinggi membuat pertarungan berjalan mulus, sayangnya, model wajah dan karakter kurang detail, sehingga tampak seperti game dari generasi sebelumnya.
Audio
Aspek audio terasa cukup minim dan sederhana, tanpa sulih suara atau musik latar yang berkesan. Efek suara benturan pedang menjadi satu-satunya hiburan audio yang menonjol sepanjang permainan.
Die by the Blade memberikan sensasi duel pedang yang realistis. Banyak elemen yang menarik, meskipun masih ada aspek yang bisa ditingkatkan. Mekanisme pertarungannya menawarkan tantangan unik yang berbeda dari game fighting lainnya.